Pada Selasa pagi, kualitas udara di Jakarta tercatat tidak sehat dan menduduki peringkat kedua sebagai kota dengan udara terburuk di dunia.
Berdasarkan data IQAir pukul 06.00 WIB, AQI di Jakarta mencapai 159, termasuk kategori tidak sehat dengan polusi PM2.5 sebesar 67 mikrogram per meter kubik.
Angka ini menunjukkan tingkat kualitas udara yang tidak aman bagi kelompok sensitif, berisiko bagi manusia dan hewan yang sensitif, serta dapat merusak tumbuhan dan estetika.
Situs IQAir menyarankan masyarakat Jakarta untuk menghindari aktivitas luar ruangan. Jika berada di luar, gunakanlah masker dan tutup jendela untuk mencegah polusi.
Udara kategori baik tidak berdampak pada kesehatan manusia, hewan, tumbuhan, atau bangunan dengan konsentrasi PM2.5 antara 0-50.
Kategori sedang menunjukkan udara yang tidak memengaruhi kesehatan manusia atau hewan tetapi berdampak pada tumbuhan sensitif dan estetika, dengan PM2.5 antara 51-100.
Kategori sangat tidak sehat memiliki rentang PM2.5 antara 200-299, berisiko bagi kesehatan beberapa populasi. Udara berbahaya (300-500) merugikan kesehatan populasi.
Kota dengan kualitas udara terburuk pertama adalah Kinshasa (Kongo-Kinshasa) di angka 191, disusul oleh Kampala (Uganda) 156, Delhi (India) 153, dan Addis Ababa (Etiopia) 146.
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta meluncurkan platform pemantauan kualitas udara terintegrasi dengan 31 titik SPKU tersebar di wilayah kota.
Platform ini menampilkan data dari beberapa sumber seperti SPKU DLH Jakarta, BMKG, World Resources Institute Indonesia, dan Vital Strategies, sesuai standar nasional.





